Selasa, 17 Oktober 2017

Perang Salib 2



Perang salib II (1146-1148)
Setelah kejatuhan Yerusalem dan kemunduran Islam, tahun 1128 menjadi sebuah titik balik. Sultan Rum di Asia Kecil Turki menunjuk Imaduddin Zangi sebagai Atabeg Mosul dan Aleppo. Zangi menerima tanggung jawab itu , ia meminta Sultan untuk memberinya otoritas mutlak atas seluruh Suriah dan Irak Utara, yang kemudian membuat penduduk di kedua wilayah tersebut untuk mendukung secara penuh operasi-operasi militer yang akan dilakukan.

Pada bulan November 1144, pasukan Zangi mengepung Edessa yang sedang dikuasai oleh orang Kristen. Edessa kemudian menyerah dan Zangi menghancurkan pemerintahan Kristen. Ini adalah sebuah kemenangan yang mengharumkan nama Zangi sekaligus menjadi pahlawan Islam. Jatuhnya Edessa adalah kekalahan yang menyakitkan bagi orang Kristen, baik yang berada di barat maupun timur.

Kabar tentang kejatuhan Edessa mengejutkan orang-orang Kristen di Eropa Barat. Paus Eugenius dan Raja Perancis Louis VII menyerukan perang salib baru. Seruan ini kemudian didukung oleh Bernard, kepala biara dari Clairvaux. Saat itu Bernard bisa kita anggap orang yang paling berkuasa secara de facto di Eropa. Raja Perancis berada di bawah pengaruhnya, sedangkan Paus Eugenius adalah anggota dari ordo religius yang dipimpinnya. Pamor kekuasaanya begitu kuat karena kefasihannya yang kharismatik.

Sebagai respon, Paus Eugenus III memanggil Perang Salib baru, yang diserukan di Prancis dan Jerman oleh St. Bernard dari Clairvux. Raja Perancis, Louis VIII, dan istrinya, Eleanor dari Aquitaine, segera merespon, meskipun Kaisar Jerman, Conrad III, harus dibujuk terlebih dahulu.

Kaisar Byzantine saat itu, Manuel Comnenus, juga mendukung perang salib, meskipun dia tidak menyumbangkan pasukannya. Kaum Kristen merasa harus melawan balik. Penaklukan Edessa oleh Zangi dipandang sebagai langkah pertama bagi penaklukan Islam di Eropa. Edessa hanyalah sebagai awal. Pihak Kristen mulai sadar di tahun-tahun belakangan ini bahwa kemenangan Zangi adalah bukti akan besarnya kekuatan Islam yang tak akan bisa dikalahkan. Kaum Kristen merasa begitu terancam dan Bernard menggambarkan bahwa saat itu adalah titik balik dalam sejarah.

Meskipun pada suatu waktu Perang Salib ini melibatkan pasukan terbesar, Perang Salib kedua ini tidak diikuti oleh antusiasme seperti antusiasme pada Perang Salib yang pertama, karena pada saat itu Yerusalem masih dikuasai Kristen. Jalannya kampanye kedua ini juga dipenuhi kepentengan-kepentingan dari pihak yang terlibat, yang kesemuanya menghambat kemajuan. Terjalnya perjalanan juga semakin menambah kesulitan.

Raja Jerman yang bernama Conrad adalah salah satu pemimpin tentara salib jilid kedua ini. Conrad adalah raja yang sudah tua dan mempunyai permasalahan dengan kesehatannya. Ia telah melaksanakan perang membela gereja dengan melawan kaum paganis Slav dan Wend di Eropa Timur. Selain itu Conrad juga telah memerangi musuh-musuh Paus di Italia. Pada akhir Mei 1147, pasukan besar Conrad berangkat melalui Eropa Timur menuju Konstantinopel.

Orang-orang Eropa terpana melihat besarnya pasukan yang mencapai 20.000 orang. Bersama Conrad, ikut juga pasukan raja budak dari Bohemia dan Polandia. Para bangsawan Jerman dipimpin oleh Frederick dari Swabia. dan bersumpah untuk menguasai Byzantium yang dipimpin oleh kaisar Manuel.

Pada 8 Juni, giliran pasukan Perancis berangkat. Louis adalah seorang pemuda berumur 26 tahun saat itu dan merupakan pewaris tahta Perancis. Istri Louis, Eleanour, juga ikut serta. Eleanor adalah salah seorang pemilik tanah terbesar di Eropa yang berada di selatan Perancis.

Lebih setahun kemudian, pada Februari 1148, tentara salib yang telah lelah berjuang untuk memasuki pelabuhan Byzantium di Attalia. Mereka harus memutuskan apakah tetap melalui jalur darat, dilanjutkan melalui laut atau membelah pasukan sebagian lewat darat dan sebagian lewat laut. Kesulitan yang mereka hadapi jauh lebih sulit daripada para pendahulu mereka.

Dari pengalaman pahit sebelumnya, Kaisar Manuel tahu dengan kedatangan tentara salib di wilayah Byzantium akan mengundang pasukan Turki Saljuk yang masih segar untuk menyerang. Manuel tak ingin terlibat masalah ini. Karena itu Manuel membuat perjanjian dengan Mas’ud, Sultan Rum atau Turki Saljuk sebelum tentara salib sampai di Byzantium.

Pada 20 Juli, pasukan Conrad telah sampai di Konstantinopel . Menurut mereka, orang-orang Byzantium dan Kaisar Manuel telah berkhianat. Tak heran jika Manuel tidak membantu tentara salib ini. Pasukan Conrad telah menjarah Byzantium bahkan Conrad sendiri mengancam akan menduduki Byzantium. Jadi tak ada alasan Byzantium untuk membantu tentara salib walau mereka sama-sama beragama Kristen.

Pada tanggal 19 Maret 1148, pasukan Louis telah tiba di pelabuhan St. Simeon. Kaisar Conrad jatuh sakit dan harus kembali ke Konstantinopel. Conrad kemudian dirawat dengan penuh kasih oleh Kaisar Manuel, seorang kaisar yang pernah diancam Conrad sebelumnya. Maka sekarang hanya Louis, pemimpin satu-satunya yang berhasil mencapai Antiokhia dan disambut secara hangat oleh Pangeran Raymund penguasa Antiokhia.

Pangeran Raymund mempunyai harapan yang besar dengan adanya tentara salib ini. Raymund yang merasa terancam dengan perkembangan Nuruddin dan terus mengawasinya. Kota muslim Aleppo hanya berjarak 50 mil dari Antiokhia. Sebuah serangan mendadak tentara salib ke Aleppo diusulkan Raymund kepada Louis. Namun Louis menolak usulan ini. Louis bersikeras ia sedang melakukan perjalanan ziarah dan tidak dapat menyerang secara besar-besaran sebelum berdoa di makam suci.

Karenaa tidak mampu untuk sampai ke Edessa, para Prajurit Salib berkonsentrasi untuk mengambil alih Damaskus. Setelah Louis melakukan ziarah, pada Juli 1148, kemudian diputuskan tentara salib dan tentara kerajaan Yerusalem menyerang Damaskus, satu-satunya sekutu kaum Frank di timur di tengah-tengah wilayah kekuasaan Islam yang mulai bangkit. Serangan ini menguatkan Nuruddin. Ketika melihat Damaskus dikepung oleh tentara salib bekas sekutunya, Amir Damaskus kemudian meminta bantuan Nuruddin. Dengan begitu, aliansi Nuruddin justru lebih kuat daripada sebelumnya.

Tentara Salib memilih untuk menyerang Damaskus dari timur, dimana kebun akan memberi mereka makanan konstan. Mereka tiba pada tanggal 23 Juli, dengan pasukan Yerusalem di garis depan, diikuti dengan Louis dan lalu Conrad sebagai penjaga belakang. Orang Muslim bersiap untuk serangan dan langsung menyerang pasukan yang maju menuju perkebunan. Pasukan Salib mampu melawan mereka dan mengejar mereka kembali ke Sungai Barada dan menuju Damaskus; setelah tiba diluar tembok kota, mereka langsung menyerang Damaskus. Damaskus telah meminta bantuan dari Saifuddin Ghazi I dari Aleppo dan Nuruddin dari Mosul.

Pengepungan Damaskus adalah sebuah kegagalan besar, yang hanya mampu mengepung beberapa hari saja. Pada mulanya tentara salib mengalami kemajuan dengan menaklukkan sebagian perkebunan buah di luar kota. Kemudian kaum Frank Yerusalem mengusulkan untuk memindah posisi tentara salib di bawah benteng agar tentara muslim tidak dapat berlindung di pohon-pohon. Ternyata posisi ini justru fatal bagi tentara salib dan mereka menuduh kaum Frank Yerusalem telah menerima suap dari Nuruddin. Di saat yang kacau itu, pasukan bantuan Nuruddin datang. Kaum Frank Yerusalem berusaha membujuk tentara salib untuk mengakhiri pengepungan. Tentara salib mundur kembali Pertama Conrad, lalu sisa dari pasukan, memilih untuk mundur ke Yerusalem.

Kegagalan dari Perang Salib kedua begitu mematahkan semangat, dan banyak di Eropa merasa bahwa Kekaisaran Byzantine merupakan halangan dalam mencapai kesuksesan. Kegagalan ini juga merupakan tiupan moral yang kuat bagi Pasukan Muslim yang telah berhasil secara sebagian mengurangi kekalahan mereka di Perang Salib pertama.

Posisi dari negara bagian para Prajurit Salib saat itu lemah, dan di tahun tahun selanjutnya mereka dikelilingi oleh kekuatan Muslim yang telah berkonsolidasi yang diikuti oleh hancurnya Kalifah Fatimid di Mesir.

Perang Salib 1


























Asalamu’alaikum, pembaca yang berbahagia, karena sedang demam demamnya terhadap perang salib, saya memutuskan menulis tentang perang salib, so enjoy it! ;)

Perang salib pertama ditandai khotbah Paus Urbanus pada konsili Clermont, pada tanggal 25 November 1095, tepatnya di Perancis sana.

Council of Clermont
Bermula pada tahun 1088, Urbanus II, orang Perancis, menjadi Paus. Kepausannya itu ditandai dengan pertikaian raja Jerman, Henry IV dengan Paus Gregorius VIII. Paus Urbanus  tidak ingin meneruskan pertikaian ini. Tetapi ia ingin menyatukan semua kerajaan Kristen. Paus Urbanus mengadakan khotbah pada konsili Clermont dikarenakan ia ingin mempersatukan raja raja yang berselisih di Eropa.

 Lalu tidak ada badai tidak ada hujan, Konstantinopel dengan rajanya Kaisar Alexius, mengirim utusan yang intinya meminta bantuan gereja barat (Vatikan .red) untuk mengalahkan Turki Seljuk yang telah mengalahkan Gereja Timur (Byzantium .red) dalam pertempuran manzikert.

Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai tujuannya.

Pope Urbanus ii
"Telah tersebar sebuah cerita mengerikan ... sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah ... telah menyerang tanah (negara) orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang, menjarah dan membakar." Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah ia sebagai milikmu."
"Deus vult! Deus vult! (Allah menghendakinya)," teriak para peserta. Hingga akhirnya ungkapan itu menjadi Slogan pasukan salib.

Dan untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan perang, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api penyucian.

Maka ditegakkanlah panji panji, dan diangkatlah pedang. Mereka juga membawa salib sebagai simbol bahwa perang ini adalah perang yang suci, yang akhirnya dinamakan perang salib.

Godfrey dari Boullion dan Baldwin saudaranya, bersama pasukannya merupakan rombongan pertama yang meninggalkan Eropa pada bulan Agustus 1096.

Beberapa minggu kemudian Bohemund dan keponakannya Tancred, berlayar menuju Konstantinopel dengan sepasukan bersenjata lengkap dan terlatih.

Setelah dua rombongan pasukan salib berangkat, Raymund dari st Gilles berangkat menuju Konstantinopel bersama pasukannya.

 Oh iya pada perang salib yang pertama ini bangsa yang mewakili umat Kristen yang paling berpengaruh memerangi Islam adalah bangsa Frank. Yup bangsa Frank, kenapa bukan bangsa Italia yang jelas jelas lebih dekat dengan Roma dan Vatikan? Terdapat beberapa versi.

Versi pertama : bahwa mereka memiliki keterkaitan yang dalam terhadap Yarusalem. Bangsa Frank yang menguasai Prancis adalah keturunan dari Yesus kristus dan Maria Magdalena. Ketika Yesus wafat di salib, Maria Magdalena sedang mengandung anak Yesus dan lari dari Yarusalem ke Prancis bersama pamannya.

Versi kedua : ketika dinasti Umayyah dengan panglima terkenalnya Tarik ibn Ziyad, menginvasi Spanyol (Iberian Peninsula) dan sekaligus mendirikan dinasti Umayyah dua yang berpusat di Cordoba, dinasti Carolingen (Charlemagne .red) dari bangsa Frank adalah dinasti yang dikalahkan dominasinya oleh dinasti Umayyah di wilayah Andalusia. Karena ketika dinasti ini memerintah di Eropa islam masuk pada ke Andalusia pada tahun 732. Bangsa Frank terkesan ingin melancarkan balas dendam terhadap muslim atas kejadian itu.  

Okay lanjut ke materi.

Emp. Alexius
Di Konstantinopel mereka telah ditunggu oleh kaisar Byzantium yaitu Alexius yang telah terdesak akibat ekspansi Turki Saljuk atas wilayahnya. Tetapi kedatangan pasukan salib menimbulkan suatu kekhawatiran bagi Alexius, dia khawatir apabila pasukan salib berhasil memukul mundur pasukan Turki Saljuk maka mereka akan meminta daerah tersebut menjadi wilayah mereka. Karena itu, ia mengusulkan agar selama para pasukan itu di Timur mereka harus bersumpah padanya dan menerimanya sebagai raja mereka.

Serangan pertama pasukan salib terjadi pada bulan Mei 1097, pasukan salib bergabung dengan pasukan Byzantium menyerang Nicaea yang dikuasai oleh Turki Saljuk dibawah Kilij Arslan. Mereka berhasil menghancurkan pasukan Turki Saljuk di Nicaea dengan waktu yang sangat singkat dan berhasil menguasai daerah tersebut atas nama Kaisar Alexius.

Baldwin 1 of Eddesa
Pada tanggal 18 Juni mereka berhasil menaklukan Nicaea dan tahun 1098 menguasai Raha (Edessa). Pasukan Salib yang dipimpin oleh Baldwin menyerang Edessa dan berhasil menguasai kota tersebut dari Turki Saljuk. Dan di Edessa mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldwin sebagai rajanya.

Bohemund of Antioch
Lalu dilanjutkan oleh pasukan Bohemund yang berhasil memasuki Antiokia, dan menghancurkan tentara Turki dengan bantuan pengkhianat Armenia Muslim, Firouz. Tetapi keberhasilan ini dikejutkan dengan keberadaan pasukan Karbuga yang telah mengepung mereka di luar benteng dengan persenjataan lengkap. Sedangkan pasukan salib berada dalam keadaan yang sulit, keadaan fisik yang lemah akibat peperangan sebelumnnya dan persediaan makanan yang menipis. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirirkan kerajaan Latin II di Timur. Bohemund dilantik menjadi rajannya.

Tetapi Peter Bartholomew dan St Andrew berhasil membangkitkan semangat tentara salib dengan khotbah-khotbah mereka. dan akhirnya pasukan salib berhasil mengalahkan pasukan Kerbuqa dan dapat menguasai Antiokia pada tanggal 28 Juni 1098.

Godfrey of Jerussalem
Pada tanggal 7 Juni 1099, Tentara salib tiba di benteng kota Yarusalem. Pada 15 Juli, para penyerbu menggempur kota, membantai semua penduduk tanpa membeda-bedakan usia dan jenis kelamin, sehingga “tumpukan kepala, tangan, dan kaki bisa disaksikan diseluruh jalanan dan alun-alun kota. Setelah pengepungan itu berhasil dan mengalahkan pasukan muslim, maka mereka mendirikan kerajaan Latin III di Yerusalem dengan rajanya yaitu Godfrey.

Selama terjadi penyerangan di atas, kesultanan Saljuk sedang dalam kemunduran. Perselisihan antara sultan-sultan Saljuk memudahkan pasukan salib merebut wilayah-wilayah kekuasaan islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah seorang sultan Damaskus yang bernama Muhammad yang berusaha mengabaikan konflik internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan Saljuk untuk mengusir pasukan salib. Baldwin, penguasa Yerusalem pengganti Goldfrey, dapat dikalahkan oleh pasukan Saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus.

'Imad- ed- Din Zangi
Sepeninggal Sultan Mahmud, tampillah seorang perwira muslirn yang cakap dan gagah pemberani. Ia adalah Imaduddin Zangki, seorang anak dari pejabattinggi Sultan Malik Syah. Atas kecakapannya, ia menerima kepercayaan berkuasa atas kota Wasit dari Sultan Mahmud. Belakangan penguasa Mosul dan Mesopotamia juga berlindung kepadanya. la menerima gelar Attabek dari khalifah di Bagdad. Ia telah mencurahkan kemampuannya dalam upaya mengembalikan kekuatan pemerintahan Saljuk dan menyusun kekuatan militer, sebelum ia mengabdikan diri di kancah peperangan salib.

Nur-ed-Din Zangi
Masyarakat Aleppo dan Hammah yang menderita di bawah kekuasaan pasukan salib berhasil diselamatkan oleh Imaduddin Zangki setelah berhasil mengalahkan pasukan salib. Tahun berikutnya ia juga berhasil mengusir pasukan salib dari al- Asyarib. Satu-persatu Zangki meraih kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut wilayah Edessa pada tahun 539 H/1144 M.

Penaklukan Edesa merupakan keberhasilan Zangki yang terhebat. Oleh umat Kristen Edessa merupakan kota yang termulya, Dalam penaklukan Edessa, Zangki tidak berlaku kejam terhadap penduduk sebagaimana tindakan pasukan salib.

Kepemimpinan Imaduddin Zangki digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin Zangki. Ia bukan hanya seorang prajurit yang cakap, sekaligus juga ahli hukum, dan juga seorang ilmuan.

Dan di dalam pasukanya terdapat sosok Salahudin Al Ayyubi putra Najammudin yang akan bersinar bagai permata dan menjadi pahlawan umat islam pada Perang Salib 2.

Perang salib 1 diakhiri dengan Direbutnya jerussalem dari tangan orang islam.

Sabtu, 14 Oktober 2017

Perang Mohacs, Sulthan Sulaiman Al-Qanuni

Perang MOHACS, Tawakkal dan Trauma Barat


Perang MOHACS

21 Dzul Qa’dah 932H atau tepat pada 29 Agustus 1526 M.  ingatlah tanggal dan tahun ini, tanggal yang sangat menyesakan Eropa dan kerajaan-kerajaan Kristen lainnya, yang membuat mereka trauma sekaligus mewariskan dendam kepada generasi setelahnya.

Trauma apa gerangan? Trauma dan dendam atas kekalahan mereka dalam Perang MOHACS.Mohacs adalah sebuah lembah di Hungaria tempat perang berlangsung.

Perang ini berawal dari dibunuhnya utusan Sultan Turki Utsmani yang hendak mengambil jizyah  dari  Raja Hungaria saat itu, Raja Luis II yang sudah turun-temurun sampai masa Sultan Salim I, karena Raja Luis II merasa pengganti Sultan Salim I Sulaiman Al-Qanuni adalah anak belia berusia 26 tahun  yang tidak mungkin bisa melawan dan tidak sekuat bapaknya. Maka dibunuhlah utusan atas dukungan dari  Vatikan.

Peristiwa ini membuat Sultan Sulaiman marah besar, lalu ia mempersiapkan pasukan perangnya dan bergegas ke Hungaria dengan pasukan kurang lebih 100.000 mujahid  dengan 350 meriam dan 800 kapal perang.

Dalam iperjalanan ke Hungaria, pasukannya mampu menundukan Benteng Belgrade (Ibu kota Serbia sekarang). Sedangkan Pasukan Eropa bermodalkan 200.000 pasukan berkuda, 35.000 diantaranya lengkap dengan senjata dan baju besi.

Pasukan Sulaiman Al-Qanuni  melewati sungai yang terkenal dan menunggu di lembah Mohacs selatan Hongaria dan timur Rumania menanti pasukan Eropa yg terdiri dari Hongaria, Rumania, Kroasia, Buhemia, Kekaisaran Romawi, Negara Kepausan, Polandia, Italia, Spanyol,  Swis, Luksmbur, hampir seluruh daratan  Eropa kecuali Britania, Portugal, sebagian Prancis,  dan Skadinavia.

Pagi 21 dzul Qa’dah Sultan Sulaiman  mengimami shalat Fajar  setelah malamnya ia habiskan untuk berdo’a dan munajat . Beliau mengumpulkan para tentara Islam dan memandanginya dengan bangga. Setelah mengucapkan  salam, tidak terasa air mata mengalir di pipi sultan muda ini, seraya iya mengatakan:

“ ” وكأني برسول الله صلى الله عليه وسلم ينظر إليكم الأن

(Saya saat ini seperti dalam posisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam menyaksikan kalian semuanya). Ucapan Sultan Sulaiman membuat tentara Islam  pecah dalam tangisan, meraka saling memeluk satu dengan yang lainnya seraya  saling berjanji bertemu kembali di dalam Surga.

Kekuatan tawakal memenuhi dada seluruh mujahid Islam, tidak ada yang mereka inginkan kecuali hidup mulia atau mati syahid.

Dengan izin Allah, kekauatan tawakkal, dan strategi perang yang brilian,  pasukan Muslim mampu meluluh lantahkan kepongahan barat tidak lebih dari satu setengah jam. Pasukan berkuda pilihan Sultan  Sulaiman di garda paling depan  langsung berhadapan dengan pasukan elit Barat, ketika ada isyarat  tertentu  pasukan terdepan itu tiba-tiba mundur semuanya kearah kanan dan kiri  pasukan meriam Sultan yang tidak disadari oleh pasukan Barat, mereka mengejar seperti angin topan.

100.000 pasukan Barat terjebak oleh strategi Sultan Sulaiman sehingga mereka tanpa sadar berada  di tengah-tengah meriam pasukan muslimin dan langsung menghujaninya  dari setiap penjuru tanpa ampun, mereka luluh lantah seperti semut di ranting yang dibakar api dari bawah.

Ribuan  Tentara Barat yang masih di belakang lari kabur terbirit-birit dan tenggelam  mati di sungai, termasuk Raja Luis II.

Berakhirlah perang dengan tewasnya Raja Hongaria Louis II beserta para uskup yang tujuh orang mewakili Nasrani dan utusan Paus dan 70 ribu pasukan. Disamping itu, 25.000 ditawan dalam keadaan terluka.

Muslimin memasuki Budapest, Ibu Kota Hungaria dengan lantunan takbir bertepatan dengan Iedul Adha setelah mereka lantunkan hal  yang sama di Belgrade Serbia.

Kemenangan Utsmaniyah menyebabkan perpecahan Hongaria untuk selama beberapa abad di antara Kesultanan Utsmaniyah, Monarki Habsburg dari Austria dan Kerajaan Transilvania. Kematian Lajos II ketika menyelamatkan diri dari pertempuran menandakan akhir dinasti Jagiellon, dan dinasti ini kemudian bersatu dengan Habsburg melalui pernikahan dengan adinda Lajos. 

Selasa, 16 Mei 2017

Khalid bin Walid, Pedang Allah




Pada zaman pemerintahan Khalifah Syaidina Umar bin Khatab, ada seorang panglima perang yang disegani lawan dan dicintai kawan. Panglima perang yang tak pernah kalah sepanjang karirnya memimpin tentara di medan perang. Baik pada saat beliau masih menjadi panglima Quraish, maupun setelah beliau masuk Islam dan menjadi panglima perang umat muslim. Beliau adalah Jenderal Khalid bin Walid.

Namanya harum dimana-mana. Semua orang memujinya dan mengelu-elukannya. Kemana beliau pergi selalu disambut dengan teriakan, “Hidup Khalid, hidup Jenderal, hidup Panglima Perang, hidup Pedang Allah yang Terhunus.” Ya! beliau mendapat gelar langsung dari Rasulullah SAW yang menyebutnya sebagai Pedang Allah yang Terhunus.

Dalam suatu peperangan beliau pernah mengalahkan pasukan tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Padahal pasukan muslim yang dipimpinnya saat itu hanya berjumlah 46.000 orang. Dengan kejeliannya mengatur strategi, pertempuran itu bisa dimenangkannya dengan mudah. Pasukan musuh lari terbirit-birit.

Itulah Khalid bin Walid, beliau bahkan tak gentar sedikitpun menghadapi lawan yang jauh lebih banyak.

Ada satu kisah menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sangat sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas.

Pada suatu ketika, di saat beliau sedang berada di garis depan, memimpin peperangan, tiba-tiba datang seorang utusan dari Amirul mukminin, Syaidina Umar bin Khatab, yang mengantarkan sebuah surat. Di dalam surat tersebut tertulis pesan singkat, “Dengan ini saya nyatakan Jenderal Khalid bin Walid di pecat sebagai panglima perang. Segera menghadap!”

Menerima khabar tersebut tentu saja sang jenderal sangat gusar hingga tak bisa tidur. Beliau terus-menerus memikirkan alasan pemecatannya. Kesalahan apa yang telah saya lakukan? Kira-kira begitulah yang berkecamuk di dalam pikiran beliau kala itu.

Sebagai prajurit yang baik, taat pada atasan, beliaupun segera bersiap menghadap Khalifah Umar Bin Khatab. Sebelum berangkat beliau menyerahkan komando perang kepada penggantinya.

Sesampai di depan Umar beliau memberikan salam, “Assalamualaikum ya Amirul mukminin! Langsung saja! Saya menerima surat pemecatan. Apa betul saya di pecat?”

Walaikumsalam warahmatullah! Betul Khalid!” Jawab Khalifah.

“Kalau masalah dipecat itu hak Anda sebagai pemimpin. Tapi, kalau boleh tahu, kesalahan saya apa?”

“Kamu tidak punya kesalahan.”

“Kalu tidak punya kesalahan kenapa saya dipecat? Apa saya tak mampu menjadi panglima?”

“Pada zaman ini kamu adalah panglima terbaik.”

“Lalu kenapa saya dipecat?” tanya Jenderal Khalid yang tak bisa menahan rasa penasarannya.

Dengan tenang Khalifah Umar bin Khatab menjawab, “Khalid, Anda itu jenderal terbaik, panglima perang terhebat. Ratusan peperangan telah Anda pimpin, dan tak pernah satu kalipun Anda kalah. Setiap hari Masyarakat dan prajurit selalu menyanjung Anda. Tak pernah saya mendengar orang menjelek-jelekkan Anda. Tapi, ingat Khalid, Anda juga adalah manusia biasa. Terlalu banyak orang yang memuji bukan tidak mungkin akan timbul rasa sombong dalam hatimu. Sedangkan Allah sangat membenci orang yang memiliki rasa sombong. Seberat debu rasa sombong di dalam hati maka neraka jahanamlah tempatmu. Karena itu, maafkan aku wahai saudaraku, untuk menjagamu terpaksa saat ini Anda saya pecat. Supaya Anda tahu, jangankan di hadapan Allah, di depan Umar saja Anda tak bisa berbuat apa-apa!”

Mendengar jawaban itu, Jenderal Khalid tertegun, bergetar, dan goyah. Dan dengan segenap kekuatan yang Ada beliau langsung mendekap Khalifah Umar. Sambil menangis belaiu berbisik, “Terima kasih ya Khalifah. Engkau saudaraku!”

Bayangkan Sahabat Populer, jenderal mana yang berlaku mulia seperti itu? Mengucapkan terima kasih setelah dipecat. Padahal beliau tak berbuat kesalahan apapun. Adakah jenderal yang mampu berlaku mulia seperti itu saat ini?

Hebatnya lagi, setelah dipecat beliau balik lagi ke medan perang. Tapi, tidak lagi sebagai panglima perang. Beliau bertempur sebagai prajurit biasa, sebagai bawahan, dipimpin oleh mantan bawahannya kemaren.

Beberapa orang prajurit terheran-heran melihat mantan panglima yang gagah berani tersebut masih mau ikut ambil bagian dalam peperangan. Padahal sudah dipecat. Lalu, ada diantara mereka yang bertanya, “Ya Jenderal, mengapa Anda masih mau berperang? Padahal Anda sudah dipecat.”

Dengan tenang Khalid bin Walin menjawab, “Saya berperang bukan karena jabatan, popularitas, bukan juga karena Khalifah Umar. Saya berperang semata-mata karena mencari keridhaan Allah.”

Sultan Salahuddin Al-Ayyuby, Penakluk Yerusalem

 
Shalahuddin Al-Ayyubi sebenarnya hanya nama julukan dari Yusuf bin Najmuddin. Shalahuddin merupakan nama gelarnya, sedangkan al-Ayyubi nisbah keluarganya. Beliau sendiri dilahirkan pada tahun 532 H/ 1138 M di Tikrit, sebuah wilayah Kurdi di utara Iraq. Sejak kecil Shalahuddin sudah mengenal kerasnya kehidupan.

Pada usia 14 tahun, Shalahuddin ikut kaum kerabatnya ke Damaskus, menjadi tentara Sultan Nuruddin, penguasa Suriah waktu itu. Karenan memang pemberani, pangkatnya naik setelah tentara Zangi yang dipimpin oleh pamannya sendiri, Shirkuh, berhasil memukul mundur pasukan Salib (crusaders) dari perbatasan Mesir dalam serangkaian pertempuran.
Pada tahun 1169, Shalahuddin diangkat menjadi panglima dan gubernur (wazir) menggantikan pamannya yang wafat. Setelah berhasil mengadakan pemulihan dan penataan kembali sistem perekonomian dan pertahanan Mesir, Shalahuddin mulai menyusun strateginya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman tentara Salib.
Shalahuddin terkenal sebagai penguasa yang menunaikan kebenaran—bahkan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Tepat pada bulan September 1174, Shalahuddin menekan penguasa Dinasti Fatimiyyah supaya tunduk dan patuh pada Khalifah Daulat Abbasiyyah di Baghdad. Belom cukup sampai di situ, tiga tahun kemudian, sesudah kematian Sultan Nuruddin, Shalahuddin melebarkan sayap kekuasaannya ke Suriah dan utara Mesopotamia.
Satu persatu wilayah penting berhasil dikuasinya: Damaskus (pada tahun 1174), Aleppo atau Halb (1138) dan Mosul (1186). Sebagaimana diketahui, berkat perjanjian yang ditandatangani oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Uskup Sophronius menyusul jatuhnya Antioch, Damaskus, dan Yerusalem pada tahun 636 M, orang-orang Islam, Yahudi dan Nasrani hidup rukun dan damai di Suriah dan Palestina.
Mereka bebas dan aman menjalankan ajaran agama masing-masing di kota suci tersebut. Perang SalibNamun kerukunan yang telah berlangsung selama lebih 460 tahun itu kemudian porak-poranda akibat berbagai hasutan dan fitnah yang digembar-gemborkan oleh seorang patriarch bernama Ermite.
Provokator ini berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus yang lantas mengirim ratusan ribu orang ke Yerusalem untuk Perang Salib Pertama. Kota suci ini berhasil mereka rebut pada tahun 1099.
Ratusan ribu orang Islam dibunuh dengan kejam dan biadab, sebagaimana mereka akui sendiri: “In Solomon’s Porch and in his temple, our men rode in the blood of the Saracens up to the knees of their horses.” Menyadari betapa pentingnya kedudukan Baitul Maqdis bagi ummat Islam dan mendengar kezaliman orang-orang Kristen di sana, maka pada tahun 1187 Shalahuddin memimpin serangan ke Yerusalem. Orang Kristen mencatatnya sebagai Perang Salib ke-2.
Pasukan Shalahuddin berhasil mengalahkan tentara Kristen dalam sebuah pertempuran sengit di Hittin, Galilee pada 4 July 1187. Dua bulan kemudian (Oktober tahun yang sama), Baitul Maqdis berhasil direbut kembali.
Berita jatuhnya Yerusalem menggegerkan seluruh dunia Kristen dan Eropa khususnya. Pada tahun 1189 tentara Kristen melancarkan serangan balik (Perang Salib ke-3), dipimpin langsung oleh Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Prancis Philip Augustus dan Raja Inggris Richard ‘the Lion Heart’. Perang berlangsung cukup lama. Baitul Maqdis berhasil dipertahankan, dan gencatan senjata akhirnya disepakati oleh kedua-belah pihak.
Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjian damai yang isinya membagi wilayah Palestina menjadi dua: daerah pesisir Laut Tengah bagi orang Kristen, sedangkan daerah perkotaan untuk orang Islam; namun demikian kedua-belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.
Setahun kemudian, tepatnya pada 4 Maret 1193, Shalahuddin menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika meninggal dunia di Damaskus, Shalahuddin tidak memiliki harta benda yang berarti. Padahal beliau adalah seorang pemimpin. Tapi hal baik yang ditinggalkan oleh orang baik selalu akan menjadi bagian kehidupan selamanya.
Kontribusinya buat Islam sungguh tidak pernah bisa diukur dengan apapun di dunia ini. Parcel untuk MusuhBanyak kisah-kisah unik dan menarik seputar Shalahuddin al-Ayyubi yang layak dijadikan teladan, terutama sikap ksatria dan kemuliaan hatinya. Di tengah suasana perang, ia berkali-kali mengirimkan es dan buah-buahan untuk Raja Richard yang saat itu jatuh sakit.
Ketika menaklukkan Kairo, ia tidak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka. Ia menunggu sampai raja mereka wafat, baru kemudian anggota keluarganya diantar ke tempat pengasingan mereka. Gerbang kota tempat benteng istana dibuka untuk umum. Rakyat dibolehkan tinggal di kawasan yang dahulunya khusus untuk para bangsawan Bani Fatimiyyah. Di Kairo, ia bukan hanya membangun masjid dan benteng, tapi juga sekolah, rumah-sakit dan bahkan gereja.
Shalahuddin juga dikenal sebagai orang yang saleh dan wara‘. Ia tidak pernah meninggalkan salat fardu dan gemar salat berjamaah. Bahkan ketika sakit keras pun ia tetap berpuasa, walaupun dokter menasihatinya supaya berbuka. “Aku tidak tahu bila ajal akan menemuiku,” katanya. Shalahuddin amat dekat dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Ia menetapkan hari Senin dan Selasa sebagai waktu tatap muka dan menerima siapa saja yang memerlukan bantuannya. Ia tidak nepotis atau pilih kasih.
Pernah seorang lelaki mengadukan perihal keponakannya, Taqiyyuddin. Shalahuddin langsung memanggil anak saudaranya itu untuk dimintai keterangan. Pernah juga suatu kali ada yang membuat tuduhan kepadanya. Walaupun tuduhan tersebut terbukti tidak berdasar sama sekali, Shalahuddin tidak marah. Ia bahkan menghadiahkan orang yang menuduhnya itu sehelai jubah dan beberapa pemberian lain. Ia memang gemar menyedekahkan apa saja yang dimilikinya dan memberikan hadiah kepada orang lain, khususnya tamu-tamunya. Ia juga dikenal sangat lembut hati, bahkan kepada pelayannya sekalipun. Pernah ketika ia sangat kehausan dan minta dibawakan segelas air, pembantunya menyuguhkan air yang agak panas. Tanpa menunjukkan kemarahan ia terus meminumnya. Kezuhudan Shalahuddin tertuang dalam ucapannya yang selalu dikenang: “Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.” 

Sultan Muhammad Al-Fatih, Penakluk Konstantinopel

Muhammad al-Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah. Al-Fatih adalah gelar yang senantiasa melekat pada namanya karena dialah yang mengakhiri atau menaklukkan Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad.

Sultan Muhammad al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukkan Binzantium, ia juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting adalah berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke dalam Kerajaan Utsmani.

Karakter Pemimpin Yang Ditanamkan Sejak Kecil

Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah.

Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani, luar biasa!

Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah, Sultan Murad II, mengamanati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari. Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan pemikiran anaknya agar sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.

Menjadi Penguasa Utsmani

Sultan Muhammad II diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukkan Konstantinopel.

Langkah pertama yang Sultan Muhammad lakukan untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniah baik secara politis maupun militer.

Menaklukkan Bizantium

Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.

Pertahanan yang tangguh dari kerajaan besar Romawi ini terlihat sejak mula. Sebelum musuh mencapai benteng mereka, Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut.

Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut. Ide ini mirip dengan yang dilakukan oleh para pangeran Kiev yang menyerang Bizantium di abad ke-10, para pangeran Kiev menarik kapalnya keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkannya kembali di Tanduk Emas, akan tetapi pasukan mereka tetap dikalahkan oleh orang-orang Bizantium Romawi. Sultan Muhammad melakukannya dengan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.

Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal laut diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, menebangi pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu malam adalah suatu kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang terjadi.

Tanduk Emas atau Golden Horn, di Istanbul, Turki.

Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium itu akhirnya diserang oleh orang-orang yang tidak takut akan kematian. Akhirnya kerajaan besar yang berumur 11 abad itu jatuh ke tangan kaum muslimin. Peperangan besar itu mengakibatkan 265.000 pasukan umat Islam gugur. Pada tanggal 20 Jumadil Awal 857 H bersamaan dengan 29 Mei 1453 M, Sultan al-Ghazi Muhammad berhasil memasuki Kota Konstantinopel. Sejak saat itulah ia dikenal dengan nama Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinopel.

Saat memasuki Konstantinopel, Sultan Muhammad al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud sebagai tanda syukur kepada Allah. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota, pusat pemerintah Kerajaan Utsmani dan kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang berarti negeri Islam, lau akhirnya mengalami perubahan menjadi Istanbul.

Selain itu, Sultan Muhammad al-Fatih juga memerintahkan untuk membangun masjid di makam sahabat yang mulia Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wafat saat menyerang Konstantinopel di zaman Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu.

Apa yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tentu saja bertentangan dengan syariat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ.

“… Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu melakukan perbuatan itu.” (HR. HR. Muslim no.532)

Kekeliruan yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tidak serta-merta membuat kita menafikan jasa-jasanya yang sangat besar. Semoga Allah mengampuni kesalahan dan kekhilafannya beliau rahimahullah.

Setelah itu rentetat penaklukkan strategis dilakukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih; ia membawa pasukannya menkalukkan Balkan, Yunani, Rumania, Albania, Asia Kecil, dll. bahkan ia telah mempersiapkan pasukan dan mengatur strategi untuk menaklukkan kerajaan Romawi di Italia, akan tetapi kematian telah menghalanginya untuk mewujudkan hal itu.

Peradaban Yang Dibangun Pada Masanya

Selain terkenal sebagai jenderal perang dan berhasil memperluas kekuasaan Utsmani melebihi sultan-sultan lainnya, Muhammad al-Fatih juga dikenal sebagai seorang penyair. Ia memiliki diwan, kumpulan syair yang ia buat sendiri.

Sultan Muhammad juga membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani. Peninggalannya yang paling terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub al-Anshari

Wafatnya Sang Penakluk

Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan wafatnya Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub Basya, Allahu a’lam.

Tidak ada keterangan yang bisa dijadikan sandaran kemana Sultan Muhammad II hendak membawa pasukannya. Ada yang mengatakan beliau hendak menuju Itali untuk menaklukkan Roma ada juga yang mengatakan menuju Prancis atau Spanyol.

Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.

Tariq bin Ziyad, Penakluk Spanyol

 Setelah Rasulullah saw. wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama -Asia, Afrika, dan Eropa-pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umaiyah.
Sebelumnya, sejak tahun 597 M, Spanyol dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia berkuasa dengan lalim. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat.
Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling menderita hidupnya.
Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol tidak kerasan. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda -yang dinodai Roderick-ikut mengungsi.
Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa.
Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.
Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua.
Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau adalah putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri.
Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 70.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar -diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.
Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.
Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”
Kini pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad Panglima Perang mereka itu dengan semangat berkobar.
Lalu Thariq melanjutkan briefingnya. “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.
Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit.
Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidka bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita.
Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya.
Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.”
Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang.
Ahad, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate. Pasukan muslimin yang kalah banyak terdesak. Julian dan beberapa orang anak buahnya menyusup ke kubu Roderick. Ia menyebarkan kabar bahwa pasukan muslimin datang bukan untuk menjajah, tetapi hanya untuk menghentikan kezaliman Roderick. Jika Roderick terbunuh, peperangan akan dihentikan.
Usaha Julian berhasil. Sebagian pasukan Roderick menarik diri dan meninggalkan medan pertempuran. Akibatnya barisan tentara Roderick kacau. Thariq memanfatkan situasi itu dan berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri. Mayat Roderick tengelam lalu hanyat dibawa arus Sungai Barbate.
Terbunuhnya Roderick mematahkan semangat pasukan Spanyol. Markas pertahanan mereka dengan mudah dikuasai. Keberhasilan ini disambut gembira Musa bin Nusair. Baginya ini adalah awal yang baik bagi penaklukan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa.
Setahun kemudian, Rabu, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara pasukan Thariq memabagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibukota Spantol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.
Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 2 tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan Al-Gharb (Barat).
Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa. Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari mana pun yang bisa menghadap mereka. Namun, niat itu tidak tereaslisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.
Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah swt. tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan menghembuskan nafas. Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan Eropa.