Sabtu, 13 Mei 2017

Kerajaan Islam Sukadana

Kerajaan Tanjungpura atau Tanjompura merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Barat. Kerajaan yang terletak di Kabupaten Kayong Utara ini pada abad ke-14 menjadi bukti bahwa peradaban negeri "TANAH KAYONG" sudah cukup maju pada masa lampau. Tanjungpura pernah menjadi provinsi Kerajaan Singhasari sebagai Bakulapura. Nama bakula berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tumbuhan tanjung, sehingga setelah dimelayukan menjadi Tanjungpura.
Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah kerajaan besar: Borneo (Brunei), SUKADANA (Tanjungpura) dan Banjarmasin.Tanjung Dato adalah perbatasan wilayah mandala Borneo (Brunei)dengan wilayah mandala Sukadana (Tanjungpura), sedangkan Tanjung Sambar batas wilayah mandala
Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin). Daerah aliran
Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkansungai Kendawangan di bawah kekuasaan "SUKADANA". Perbatasan di pedalaman, perhuluan daerah aliran sungai Pinoh (Lawai) termasuk dalam wilayah Kerajaan Kotawaringin (bawahan Banjarmasin).

Ibukota Kerajaan Tanjungpura beberapa kali mengalami perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Beberapa penyebab Kerajaan Tanjungpura berpindah ibukota adalah terutama karena serangan dari kawanan perompak (bajak laut) atau dikenal sebagai Lanon. Konon, pada masa itu sepak-terjang gerombolan Lanon sangat kejam dan meresahkan penduduk. Kerajaan Tanjungpura sering beralih pusat pemerintahan adalah demi mempertahankan diri karena sering mendapat serangan dari kerajaan lain. Kerap berpindah-pindahnya ibukota Kerajaan Tanjungpura dibuktikan dengan adanya situs sejarah yang ditemukan di bekas ibukota-ibukota kerajaan tersebut. Negeri Baru di Ketapang merupakan salah satu tempat yang pernah dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Tanjungpura. Dari Negeri Baru, ibukota Kerajaan Tanjungpura berpindah ke Sukadana. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin (1665– 1724), pusat istana bergeser lagi, kali ini ditempatkan di daerah Sungai Matan. Dari sinilah riwayat Kerajaan Matan dimulai kendati sesungguhnya nama kerajaan tersebut pada waktu itu masih bernama Kerajaan Tanjungpura. Pusat pemerintahan kerajaan ini kemudian berpindah lagi yakni pada 1637 di wilayah Indra Laya. Indra Laya adalah nama dari suatu tempat di tepian Sungai Puye, anak Sungai Pawan. Kerajaan Tanjungpura kembali beringsut ke Kartapura, kemudian ke Desa Tanjungpura, dan terakhir pindah lagi ke Muliakerta di mana Keraton Muhammad Saunan sekarang berdiri.
Menurut Catatan GUSTI ISWADI, S.sos dalam buku Pesona Tanah Kayong, Kerajaan Tanjungpura dalam perspektif sejarah disebutkan, bahwa, dari negeri baru kerajaan Tanjungpura berpindah ke Sukadana sehingga disebut Kerajaan Sukadana, kemudian pindah lagi Ke Sungai Matan (sekarang Kec. Simpang Hilir). Dan semasa pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin sekitar tahun 1637 pindah lagi ke Indra Laya sehingga disebut Kerajaan Indralaya. Indra Laya adalah nama dari satu tempat di Sungai Puye anak Sungai Pawan Kecamatan Sandai. Kemudian disebut Kerajaan Kartapura karena pindah lagi ke Karta Pura di desa Tanah Merah, Kec. Nanga Tayap, kemudian baru ke Desa Tanjungpura sekarang (Kecamatan Muara Pawan) dan terakhir pindah lagi ke Muliakarta di Keraton Muhammad Saunan yang ada sekarang yang terakhir sebagai pusat pemerintahan swapraja.
Bukti adanya sisa kerajaan ini dapat dilihat dengan adanya makam tua di kota-kota tersebut, yang merupakan saksi bisu sisa kerajaan Tanjungpura dahulu. Untuk memelihara peninggalan ini pemerintah Kabupaten Ketapang telah mengadakan pemugaran dan pemeliharaan di tempat peninggalan kerajaan tersebut. Tujuannya agar genarasi muda dapat mempelajari kejayaan kerajaan tanjungpura pada masa lampau.
Menapak Langkah Kerajaan Tanjungpura (2007) suntingan Drs. H. Gusti Mhd. Mulia:
Kerajaan Tanjungpura
--------------------------------
1. Brawijaya (1454–1472)[6]
2. Bapurung (1472–1487)[7][8][9]
3. Panembahan Karang Tanjung (1487-1504)

Pada masa pemerintahan Panembahan Karang Tanjung, pusat Kerajaan Tanjungpura yang semula berada di Negeri Baru dipindahkan ke Sukadana, dengan demikian nama kerajaannya pun berubah menjadi "KERAJAAN SUKADANA". Sukadana merupakan nama yang disebutkan untuk kerajaan ini dalam Hikayat Banjar.
1. KERAJAAN SUKADANA
1. Panembahan Karang Tanjung (1487–1504)
2. Gusti Syamsudin atau Pundong Asap
atau Panembahan Sang Ratu Agung (1504–1518)
3. Gusti Abdul Wahab atau Panembahan Bendala (1518–1533)
4. Panembahan Pangeran Anom (1526–1533)
5. Panembahan Baroh (1533–1590)
6. Gusti Aliuddin atau Giri Kesuma atau Panembahan Sorgi (1590–1604)
7. Ratu Mas Jaintan (1604-1622)
8. Gusti Kesuma Matan atau Giri Mustika atau Sultan Muhammad Syaifuddin/Raden Saradipa/Saradewa (1622–1665); Menantu Ratu Bagawan dari Kotawaringin. Inilah raja terakhir Kerajaan Sukadana sekaligus raja pertama dari Kerajaan Tanjungpura yang bergelar Sultan.

2. Kesultanan Matan
1. Gusti Jakar Kencana atau Sultan
Muhammad Zainuddin (1665–1724)
2. Gusti Kesuma Bandan atau Sultan
Muhammad Muazzuddin (1724–1738)
3. Gusti Bendung atau Pangeran Ratu
Agung atau Sultan Muhammad Tajuddin
(1738–1749)
4. Gusti Kencuran atau Sultan Ahmad
Kamaluddin (1749–1762)
5. Gusti Asma atau Sultan Muhammad
Jamaluddin (1762–1819)
Gusti Asma adalah raja terakhir
Kerajaan Matan dan pada masa
pemerintahannya, pusat pemerintahan
Kerajaan Matan dialihkan ke Simpang,
dan nama kerajaannya pun berganti
menjadi Kerajaan Simpang atau
Kerajaan Simpang-Matan.

3. Kerajaan (penambahanschap) Simpang-Matan
1. Gusti Asma atau Sultan Muhammad Jamaluddin (1762–1819). Anak Sultan Ahmad Kamaluddin
2. Gusti Mahmud atau Panembahan Anom Suryaningrat (1819–1845). Menantu Sultan Ahmad Kamaluddin[13]
3. Gusti Muhammad Roem atau Panembahan Anom Kesumaningrat (1845–1889). Anak Panembahan Anom Suryaningrat
4. Gusti Panji atau Panembahan Suryaningrat (1889–1920)
5. Gusti Roem atau Panembahan Gusti Roem (1912–1942)
6. Gusti Mesir atau Panembahan Gusti Mesir (1942–1943)
7. Gusti Ibrahim (1945)
Gusti Mesir menjadi tawanan tentara Jepang yang berhasil merebut wilayah Indonesia dari Belanda pada 1942, karena itulah maka terjadi kekosongan pemerintahan di Kerajaan Simpang. Pada akhir masa pendudukan Jepang di Indonesia, sekira tahun 1945, diangkatlah Gusti Ibrahim, anak lelaki Gusti Mesir, sebagai raja. Namun, karena saat itu usia Gusti Ibrahim baru menginjak 14 tahun maka roda pemerintahan dijalankan oleh keluarga kerajaan yaitu Gusti Mahmud atau Mangkubumi yang memimpin Kerajaan Simpang hingga wafat pada 1952. Sampai sekarang nama "GUSTI MESIR" dan "GUSTI ROEM" di abadikan menjadi nama jalan di kecamatan simpang hilir, kabupaten kayong utara.

4. Kerajaan Kayong-Matan atau Kerajaan Tanjungpura II
1. Gusti Irawan atau Sultan Mangkurat
2. Pangeran Agung
3. Sultan Mangkurat Berputra
4. Panembahan Anom Kesuma Negara atau Muhammad Zainuddin Mursal (1829-1833)
5. Pangeran Muhammad Sabran
6. Gusti Muhammad Saunan

(Nama-nama raja pendiri kerajaan terdahulu)
1). Kerajaan Tanjungpura
1. Sang Maniaka atau Krysna Pandita
(800 M–?)
2. Hyang-Ta (900–977)[21]
3. Siak Bahulun (977–1025)
4. Rangga Sentap (1290–?)
5. Prabu Jaya/Brawijaya (1447-1461)
6. Raja Baparung, Pangeran Prabu (1461–1481)
7. Karang Tunjung, Panembahan Pudong Prasap (1481–1501)
8. Panembahan Kalahirang (1501–1512
9. Panembahan Bandala (1512–1538); Anak Kalahirang
10. Panembahan Anom (1538–1565);
Saudara Panembahan Bandala
11. Panembahan Dibarokh atau Sibiring Mambal (1565-1590)

2). Kerajaan Matan
1. Giri Kusuma (1590–1608); Anak Panembahan Bandala
2. Ratu Sukadana atau Putri Bunku/Ratu Mas Jaintan (1608–1622); Istri Giri Kusuma/Anak Ratu Prabu Landak
3. Panembahan Ayer Mala (1622–1630); Anak Panembahan Bandala
4. Sultan Muhammad Syafeiudin, Giri Mustaka, Panembahan Meliau atau Pangeran Iranata/Cakra,(1630–1659); Anak/Menantu Giri Kusuma
5. Sultan Muhammad Zainuddin/ Pangeran Muda (1659–1725); Anak Sultan Muhammad Syaeiuddin
6. Pangeran Agung (1710–1711); Perebutan kekuasaan
7. pembagian kekuasaan, memimpin

3). kerajaan di Tanah Merah
1. Pangeran Agung Martadipura (1725–1730); Anak Sultan Muhammad Zainuddin, pembagian kekuasaan memimpin kerajaan di Tanah Merah
2. Pangeran Mangkurat/Sultan Aliuddin Dinlaga (1728–1749); Anak Sultan Muhammad Zainuddin, pembagian kekuasaan di Sandai dan Tanah Merah
8. pembagian kekuasaan, memimpin

4). kerajaan di Simpang
1. Pangeran Ratu Agung (1735–1740); Anak Sultan Muhammad Zainuddin, pembagian kekuasaan, memimpin kerajaan di Simpang
2. Sultan Muazzidin Girilaya (1749–1762); Anak Pangeran Ratu Agung, memimpin kerajaan di Simpang
9. Sultan Akhmad Kamaluddin/ Panembahan Tiang Tiga (1762–1792); Anak Sultan Aliuddin Dinlaga
10. Sultan Muhammad Jamaluddin, sebelumnya: Pangeran Ratu, sebelumnya: Gusti Arma (1792–1830); Anak Sultan Akhmad Kalamuddin[26]
11. Pangeran Adi Mangkurat Iradilaga atau Panembahan Anom Kusuma Negara (1831–1843); Anak Pangeran Mangkurat
12. Pangeran Cakra yang Tua atau Pangeran Jaya Anom (1843–1845); Sebagai pejabat perdana menteri, anak Pangeran Mangkurat
13. Panembahan Gusti Muhammad Sabran (1845–1908)[14]; Anak Panembahan Anom Kusuma Negara
14. Pangeran Laksamana Uti Muchsin (1908–1924); Anak Panembahan Gusti Muhammad Sabran
15. Panembahan Gusti Muhammad Saunan atau Pangeran Mas (1924–1943); Anak Gusti Muhammad Busra
16. Majelis Pemerintah Kerajaan Matan (1943–1948), terdiri dari Uti Halil (Pg. Mangku Negara), Uti Apilah (Pg. Adipati), Gusti Kencana (Pg. Anom Laksamana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar