Jumat, 12 Mei 2017

Khalifah Abu bakar Ash-Shiddiq

Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11 – 13 H/632 – 634 M)

Kepribadian Abu Bakar

Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Abi Quhafa[1] At Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah kemudian diganti oleh nabi, Abdullah. Dijuluki Abu Bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk Islam dari golongan orang dewasa. Gelar Ash Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa terutama Isro’ Mi’roj. 

Dengan Rasulullah, nasabnya bertemu pada neneknya yang keenam yang bernama Murrah[2]. Beliau dilahirkan sesudah nabi Muhammad selisih dua tahun dan beberapa bulan. Beliau mempunyai sifat istimewa yaitu lemah-lembut, baik dalam pergaulan, rendah hati dalam persaudaraan serta hati yang penuh kasih sayang kepada sesama.[3]

Abu Bakar adalah orang yang menyertai Rasulullah saat hijrah ke Madinah. Di Madinah beliau senantiasa membela Rasulullah dan terus mendampingi Rasulullah ketika terjadi peperangan.

Sewaktu Rasulullah sakit, Abu Bakar diperintahkan untuk menjadi imam sholat bagi kaum muslimin. Menurut sebagian besar sahabat, peristiwa ini adalah suatu tanda bahwa beliau mempunyai hak untuk menduduki jabatan khalifah.[4]

Pengangkatan Abu Bakar

Sesudah wafatnya Rasulullah, para sahabat dari golongan Anshor dan Muhajirin berkumpul di tsaqifah (balai pertemuan) Bani Sa’idah untuk merundingkan siapa yang akan menggantikan posisi Rasulullah sebagai kepala pemerintahan. Sahabat Anshor memilih Sa’ad bin Ubadah. Sedangkan sahabat Muhajirin melalui Abu Bakar, memilih Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah.

Untuk menenteramkan pertengkaran, Umar bangun dan dengan segera menjabat tangan Abu Bakar dan mengangkat beliau menjadi khalifah kemudian diikuti oleh orang banyak.

Kemudian Abu Bakar masuk masjid dan dibai’at oleh para sahabat. Setelah itu, beliau berpidato yang isinya menyuruh mereka agar berpegang teguh dengan agama dan pemerintah yang mengatur mereka[5]

Kekhalifahan Abu Bakar

Hal yang pertama kali menjadi perhatian beliau saat diangkat menjadi khalifah adalah merealisasikan keinginan nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Hal tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian yang diderita umat Islam dalam perang mu’tah. Sebagian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli. Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khususnya didalam membangun kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar.[6]

Memang menjadi khalifah itu tidak semudah yang kita bayangkan. Banyak sekali hal-hal yang dihadapi Abu Bakar. Diantaranya adalah beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyatakan murtad. Mereka melakukan riddah[7], yaitu pengingkaran terhadap Islam. Sikap mereka adalah perbuatan makar yang melawan agama dan pemerintah sekaligus. Selanjutnya munculnya nabi-nabi palsu dan banyaknya orang-orang yang enggan membayar zakat[8] karena mereka mengira bahwa zakat adalah pajak kepada Rasulullah yang sekarang tidak perlu lagi, karena beliau sudah wafat[9].

Salah satu program penting yang dijalankan Abu Bakar adalah menjaga dan melindungi Al Quran setelah terbunuhnya beberapa sahabat penghafal  Al Quran dalam perang Yamamah. Ketika itu, Umar ibn Khattab merasa khawatir jika Al Quran hilang dari tengah-tengah umat Islam sehingga ia mengajukan usul kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan catatan ayat-ayat Al Quran yang tercecer pada lempeng-lempeng batu, pada pelepah kurma, dan potongan-potongan kulit hewan. Abu Bakar menyetujui usulan Umar dan menugasi Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan catatan tersebut. Menurut Jalaluddin As-Suyuti bahwa pengumpulan Al Quran ini termasuk salah satu jasa besar  dari khalifah Abu Bakar[10].

Demi kesejahteraan umat Islam, Abu Bakar membuat kebijakan internal. Berikut ini beberapa kebijakan internalnya: 

Gaji untuk khalifah diambil dari Baitul Mal dengan jumlah yang mencukupinya sehingga ia tidak perlu melakukan pekerjaan lain untuk mengais rizki. Menetapkan jalan musyawarah sebagai pemutus perkara dan mengangkat Umar ibn Khattab sebagai dewan syura. Karena itu, Abu Bakar tidak memperbolehkan Umar keluar Madinah untuk memimpin peperangan. Membentuk dewan syariah yang bertugas untuk memutuskan berbagai perkara yang dihadapi umat Islam. Abu Bakar juga mengangkat Umar sebagai Qadi untuk wilayah Madinah.Mengutus beberapa sahabat untuk menjadi wakil khalifah di beberapa wilayah yang dikuasai Negara Islam, dan wilayah taklukan lainnya. Mereka bertugas memelihara keamanan dan kestabilan wilayah, menyebarkan agama Islam, berjihad di jalan Allah, mengajari kaum muslim tentang agama mereka, memelihara kesetiaan kepada khalifah, mendirikan shalat, menegakkan hukum Islam, dan melaksanakan syariat Allah. Berikut ini beberapa wilayah di bawah negara Islam dan orang yang dipercaya menjadi wakil khalifah di wilayah itu: Itab ibn Asid sebagai gubernur MakkahUtsman ibn Abi al-Ash sebagai gubernur TaifAl Muhajir ibn Abi Umayyah sebagai gubernur Shana’aYa’la ibn Umayyah sebagai gubernur KhaulanAbu Musa al-Asy’ari sebagai gubernur Zabid dan Rafa’Abdullah ibn Nur sebagai gubernur JarasyMuaz ibn Jabal sebagai gubernur YamanJarir ibn Abdillah sebagai gubernur NajranAl-Ala ibn al-Khadrami sebagai gubernur BahrainHudzaifah al-Ghalfani sebagai gubernur OmanSulaith ibn Qais sebagai gubernur Yamamah

Untuk masalah perbendaharaan negara, Abu Bakar dianggap orang pertama yang membuat Baitul Mal ‘rumah perbendaharaan negara’. Abu Bakar memiliki baitul mal di Sunkhi yang tidak dijaga oleh seorang pun. Dan urusan keuangan negara dipercayakan kepada sang bendahara Umat Abu Ubaidah ibn al-Jarrah. 

Sesudah memulihkan ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu. 

Akhir Hayat Abu Bakar

Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan Kerajaan Hirah, dan telah meraih beberapa kemenangan yang dapat memberikan kepada mereka beberapa kemungkinan besar bagi keberhasilan selanjutnya, Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari Senin, 23 Agustus 624 M setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Beliau meninggal di usianya yang ke 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari[11]. Sebelum wafat, beliau berwasiat yang isinya adalah menunjuk Umar untuk menjadi khalifah menggantikan beliau[12].

DAFTAR PUSTAKA

Al-Wakil, Muhammad Sayyid. 2009. Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah

As-Suyuti, Jalaluddin. 1979. Tarikh al-Khulafa. Beirut: Darul Fikr

Bastoni, Hepi Andi. 2002. 101 Sahabat Nabi. Jakarta: Pustaka Al Kautsar

Murad, Musthafa. 2009. Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq. Jakarta: Zaman

Thoha, M. As’ad. 2007. Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 7. Sidoarjo: Al Maktabah

 

[1] Beliau berasal dari kabilah Banin Tamim. Selain Abu Bakar, beliau juga dikenal dengan Atiq karena mendapat jaminan bebas dari api neraka. Rasulullah bersabda, “Siapa yang ingin melihat orang yang bebas dari api neraka (atiq), lihatlah Abu Bakar”.

[2] M. As’ad Thoha, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 7, Al Maktabah, Sidoarjo, 2007. h. 56

[3] Ibid,. h. 56

[4] Ibid,. h. 57

[5] Ibid,. h. 58

[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta, 2009. h.94

[7] Riddah berarti murtad, beralih agama dari Islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan (distortion) terhadap lembaga khalifah.

[8] Ibid,. h. 95

[9]   M. As’ad Thoha, op. cit., h. 59

[10] Jalaluddin As-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, Beirut: Darul Fikr, 1979, hlm. 67 dan 72

[11] Samsul Munir Amin, op. cit,. h. 97-98

[12] Hepi Andi Bastoni, 101 Sahabat Nabi, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2002. h. 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar